WELCOME TO MY BLOG's

Senin, 09 Desember 2013

MAKALAH RABIES



BAB I
PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang

Penyakit rabies biasanya dikenal dengan istilah awam penyakit anjing gila. Penyakit ini dapat menyerang beberapa mamalia seperti anjing, kucing, termasuk manusia. Virus rabies berbentuk peluru dengan komposisi RNA, lipid, karbohidrat dan protein. Virus rabies tergolong unik karena dapat berkembang pada berbagai macam spesies mamalia dan bersifat neurofilik (saraf).Rabies dapat menular dari hewan ke hewan, dari manusia ke manusia dan dari hewan ke manusia. Penularan dapat melalui gigitan dan non-gigitan (transplantasi, kontak dengan bahan mengandung virus rabies pada kulit lecet atau mukosa). Binatang dan manusia yang terinfeksi rabies akan memberikan gejala yang cukup khas walaupun tetap harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang dan dengan teliti menggali riwayat gigitan atau kontak binatang.

Di Indonesia rabies pada hewan sudah ditemukan sejak tahun 1884, dan kasus rabies pada manusia pertama kali ditemukan pada tahun 1894 di Jawa Barat. Angka kematian yang tinggi ini disebabkan karena tidak adanya obat untuk rabies, terlambatnya intervensi medis menyebabkan angka kematian yang tinggi, dan jarang dilaksanakannya penanganan pertama luka gigitan anjing dengan mencuci luka dengan sabun dan air mengalir. Selain itu rabies pada dua sampai dua belas minggu pertama, bahkan bisa sampai bertahun-tahun, hanya menunjukkan gejala tidak khas seperti influenza biasa sehingga pasien yang dibawa ke rumah sakit sudah jatuh ke tahap penyakit yang lebih parah.. Pasien bia sanya meninggal dua sampai sepuluh hari setelah menunjukkan gejala pertama.Sampai saat ini tidak ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit rabies. WHO merekomendasikan prosedur profilaksis pasca-terpapar (P.E.P., post-exposure prophylaxis)(setelah kontak melalui gigitan maupun non-gigitan). Prosedur ini terdiri dari pembersihan dan perawatan luka dan imunisasi aktif dengan vaksin (VAR). Rabies adalah penyakit yang dapat sepenuhnya dicegah. Gejala pada hewan reservoir cukup khas sehingga hewan yang terinfeksi dapat dimusnahkan dan hewan yang beresiko pun dapat dicegah menjadi sakit melalui vaksinasi secara rutin.

B.     Rumusan masalah

Makalah ini akan membahas mengenai penyakit rabies seperti,penyebab  rabies, cara penularan, cara pencegahan, dan bahayanya penyakit rabies.



























BAB II
PEMBAHASAN


A.    Definisi
Penyakit Rabies adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus Rabies. Penyakit ini bersifat zoonotik, yaitu dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Virus Rabies ditularkan ke manusia melalui gigitan hewan misalnya oleh anjing, kucing, kera, rakun, dan kelelawar. Penyakit rabies disebut juga penyakit anjing gila.
Penyakit ini bersifat akut, merupakan penyakit yang disebabkan oleh family virus rhabdoviridae. Virus ini berbentuk batang seperti peluru dengan ukuran panjang sekitar 180 nm dan lebar 65 nm. Pada lapisan permukaan virus penyebab penyakit rabies terdapat envelope yang tersusun atas 50% lemak dan 50% protein.
Rabies bersifat zoonosis artinya penyakit tersebut dapat menular dari hewan ke manusia danmenyebabkan kematian pada manusia dengan CFR (Case Fatality Rate) 100%. Virus rabiesdikeluarkan bersama air liur hewan yang terinfeksi dan disebarkan melalui luka gigitan atau jilatan.
B.  Jenis-Jenis Penyakit Rabies
Hewan yang terinfeksi bisa mengalami Rabies ganas ataupun Rabies jinak. Pada Rabies ganas, hewan yang terinfeksi tampak galak, agresif, menggigit dan menelan segala macam barang, air liur terus menetes, meraung-raung gelisah kemudian menjadi lumpuh dan mati. Pada Rabies jinak, hewan yang terinfeksi mengalami kelumpuhan lokal atau kelumpuhan total, suka bersembunyi di tempat gelap, mengalami kejang dan sulit bernapas, serta menunjukkan kegalakan.





C. Penyebab Rabies

Rabies disebabkan oleh virus Rabies yang masuk ke keluarga Rhabdoviridae dan genus Lysavirus. Virus ini hidup pada beberapa jenis hewan yang berperan sebagai perantara penularan. Spesies hewan perantara bervariasi pada berbagai letak geografis. Hewan-hewan yang diketahui dapat menjadi perantara Rabies antara lain rakun (Procyon lotor) dan sigung (Memphitis memphitis) di Amerika Utara, rubah merah (Vulpes vulpes) di Eropa, dan anjing di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Afrika, Asia, dan Amerika Latin memiliki tingkat Rabies yang masih tinggi.

Hewan perantara menginfeksi inang yang bisa berupa hewan lain atau manusia melalui gigitan. Infeksi juga dapat terjadi melalui jilatan hewan perantara pada kulit yang terluka. Setelah infeksi, virus akan masuk melalui saraf-saraf menuju ke sumsum tulang belakang dan otak dan bereplikasi di sana. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf ke jaringan non saraf, misalnya kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur.Meskipun sangat jarang terjadi, Rabies bisa ditularkan melalui penghirupan udara yang tercemar virus Rabies. Dua pekerja laboratorium telah mengkonfirmasi hal ini setelah mereka terekspos udara yang mengandung virus Rabies. Pada tahun 1950, dilaporkan dua kasus Rabies terjadi pada penjelajah gua di Frio Cave, Texas yang menghirup udara di mana ada jutaan kelelawar hidup di tempat tersebut. Mereka diduga tertular lewat udara karena tidak ditemukan sama sekali adanya tanda-tanda bekas gigitan kelelawar. 

D. Masa Inkubasi 
Masa inkubasi adalah waktu antara penggigitan sampai timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi penyakit Rabies pada anjing dan kucing kurang lebih 2 minggu (10 hari-14 hari). Pada manusia 2-3 minggu dan paling lama 1 tahun. . Beberapa faktor yang mempengaruhi lamanya inkubasi antara lain tergantung dari dalamnya gigitan, lokasi gigitan, jumlah luka gigitan dan jumlah virus yang masuk melalui gigitanHewan yang menderita rabies menunjukkan gejala yang khas. Rabies pada anjing bisa bersifat ganas tetapi bisa juga bersifat tenang atau bahkan bersifat asymptomatis ( tidak ada gejala yang nampak ).


E. Tahapan Penyakit Rabies Pada Hewan
Fase prodormal, fase ini biasanya akan berlangsung dua atau tiga hari pada anjing. Pada hari berikutnya anjing akan gelisah, cenderung menyendiri, diam dan akan mengalami demam. Perubahan perilaku akan tampak pada fase ini. Anjing yang biasanya ramah akan menjadi agresif atau ketakutan dan juga sebaliknya. Apabila anjing terinfeksi melalui gigitan maka akan terasa gatal dan pedih, sehingga anjing akan terlihat sering menjilati bagian luka tersebut, pada kucing fase ini terlihat lebih cepat bila dibandingkan dengan anjing.
Fase Furious ( rabies ganas ), setelah melalui fase prodormal, anjing akan melalui fase ini yang ditandai dengan sifat cepat marah apabila dirangsang dengan cahaya dan suara. Fase Furious berlangsung selama 1-7 hari. Hewan akan terlihat gelisah, agresif, kuat, suka menggigit jeruji kandang hingga melukai mulutnya sendiri, suka menjelajah dan berjalan kemana-mana dengan jarak yang jauh tanpa arah dan tujuan. Hewan yang mengalami fase ini akan nampak sempoyongan (ataxia) saat berjalan, goyah dan mati.
Fase Dumb ( rabies tenang ), tahap ini disebut juga dengan fase paralisis. Beberapa hewan akan mengalami fase ini setelah melewati fase furious. Hewan dalam fase ini akan mengalami paralisis syaraf bagian kepala dan kerongkongan. Hewan akan mengeluarkan air liur, berjalan sempoyongan dngan mulut ternganga dan tidak dapat menelan. Dalam fase ini bisa juga dikelirukan oleh pemilik anjing, bahwa hewan peliharaannya sedang mengalami gangguan menelan sebagai akibat menelan benda asing. Selama periode ini dalam waktu satu minggu hewan akan mengalami paralisis yang lebih parah dan akhirnya mati. Kebanyakan anjing akan mengalami fase ini setelah fase prodormal.
F. Tahapan Penyakit Rabies Pada Manusia

Gejala sakit yang akan dialami seseorang yang terinfeksi Rabies meliputi 4 stadium: 
  1. Stadium Prodromal: Dalam stadium prodomal sakit yang timbul pada penderita tidak khas, menyerupai infeksi virus pada umumnya yang meliputi demam, sulit makan yang menuju taraf anoreksia, pusing dan pening, dan lain sebagainya.
  2. Stadium Sensoris: Dalam stadium sensori penderita umumnya akan mengalami rasa nyeri pada daerah luka gigitan, panas, gugup, kebingungan, keluar banyak air liur, pupil membesar, hiperhidrosis, hiperlakrimasi.
  3. Stadium Eksitasi: Pada stadium eksitasi penderita menjadi gelisah, mudah kaget, kejang-kejang setiap ada rangsangan dari luar sehingga terjadi ketakutan pada udara (aerofobia), ketakutan pada cahaya (fotofobia), dan ketakutan air (hidrofobia). Kejang-kejang terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernapasan. Hidrofobia yang terjadi pada penderita Rabies terutama karena adanya rasa sakit yang luar biasa di kala berusaha menelan air.
  4. Stadium Paralitik: Pada stadium paralitik setelah melalui ketiga stadium sebelumnya, penderita memasuki stadium paralitik ini menunjukkan tanda kelumpuhan dari bagian atas tubuh ke bawah yang progresif.
Karena durasi penyebaran penyakit yang cukup cepat maka umumnya keempat stadium di atas tidak dapat dibedakan dengan jelas. Gejala-gejala yang tampak jelas pada penderita di antaranya adanya nyeri pada luka bekas gigitan dan ketakutan pada air, udara, dan cahaya, serta suara yang keras.
G. Penanganan 
Bila terinfeksi Rabies, segera cari pertolongan medis. Rabies dapat diobati, namun harus dilakukan sedini mungkin sebelum menginfeksi otak dan menimbulkan gejala. Bila gejala mulai terlihat, tidak ada pengobatan untuk menyembuhkan penyakit ini. Kematian biasanya terjadi beberapa hari setelah terjadinya gejala pertama.Jika terjadi kasus gigitan oleh hewan yang diduga terinfeksi Rabies atau berpotensi Rabies (anjing,rubah, kelelawar) segera cuci luka dengan sabun atau pelarut lemak lain di bawah air mengalir selama 10-15 menit lalu beri antiseptik alkohol 70% atau betadin. Orang-orang yang belum diimunisasi selama 10 tahun terakhir akan diberikan suntikan tetanus.
Orang-orang yang belum pernah mendapat vaksin Rabies akan diberikan suntikan globulin imun Rabies yang dikombinasikan dengan vaksin. Separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat gigitan dan separuhnya disuntikan ke otot, biasanya di daerah pinggang. Dalam periode 28 hari diberikan 5 kali suntikan.
Suntikan pertama untuk menentukan risiko adanya virus Rabies akibat bekas gigitan. Sisa suntikan diberikan pada hari ke 3, 7, 14, dan 28. Kadang-kadang terjadi rasa sakit, kemerahan, bengkak, atau gatal pada tempat penyuntikan vaksin.
H. Penanganan Terhadap Hewan Yang Menggigit

Anjing, kucing dan kera yang menggigit manusia atau hewan lainnya harus dicurigai menderita Rabies. Terhadap hewan tersebut harus diambil tindakan sebagai berikut:
  1. Bila hewan tersebut adalah hewan peliharaan atau ada pemiliknya, maka hewan tersebut harus ditangkap dan diserahkan ke Dinas Peternakan setempat untuk diobservasi selama 14 hari. Bila hasil observasi negatif Rabies maka hewan tersebut harus mendapat vaksinasi Rabies sebelum diserahkan kembali kepada pemiliknya.
  2. Bila hewan yang menggigit adalah hewan liar (tidak ada pemiliknya) maka hewan tersebut harus diusahakan ditangkap hidup dan diserahkan kepada Dinas Peternakan setempat untuk diobservasi dan setelah masa observasi selesai hewan tersebut dapat dimusnahkan atau dipelihara oleh orang yang berkenan, setelah terlebih dahulu diberi vaksinasi Rabies.
  3. Bila hewan yang menggigit sulit ditangkap dan terpaksa harus dibunuh, maka hewan tersebut harus diambil dan segera diserahkan ke Dinas Peternakan setempat untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium.
I. Penanganan Terhadap Hewan Peliharaan
*      Menempatkan hewan peliharaan dalam kandang yang baik dan sesuai dan senantiasa memperhatikan kebersihan kandang dan sekitarnya.
*      Menjaga kesehatan hewan peliharaan dengan memberikan makanan yang baik, pemeliharaan yang baik dan melaksanakan vaksinasi Rabies secara teratur setiap tahun ke Dinas Peternakan atau Dokter Hewan Praktek.
*      Memasang rantai pada leher anjing bila anjing tidak dikandangkan atau sedang diajak berjalan-jalan.




J. Pencegahan
Ø  Jadilah pemelihara hewan yang baik.
Ø  Selalu ingat untuk memvaksinasi hewan peliharaan seperti anjing, kucing dan kera. Tindakan ini tidak hanya melindungi hewan anda dari penyakit Rabies tetapi juga melindungi diri anda sendiri dan keluarga anda.
Ø  Selalu awasi binatang peliharaan anda. Kurangi kontak mereka dengan hewan atau binatang liar. Jika binatang peliharaan anda digigit oleh hewan liar, segera ke dokter hewan untuk diperiksa keadaannya.
Ø  Hubungi dinas peternakan setempat bila anda menjumpai ada binatang liar yang mencurigakan di lingkungan tempat tinggal anda.
Ø  Hindari kontak dengan hewan liar yang tidak jelas asal usulnya.
Ø  Nikmati hewan liar seperti rakun, serigala dari tempat yang jauh. Jangan coba coba memberi mereka makan ataupun membelai mereka.
Ø  Jangan sok menjadi penyayang hewan lalu mencoba memelihara hewan liar di rumah walaupun mereka kelihatan sangat jinak.
Ø  Cegah kelelawar memasukan rumah atau tempat anda beraktifitas.
Ø  Jika anda bepergian ke daerah yang terjangkit Rabies, segeralah ke pusat pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan vaksinasi Rabies
K. Patogenesis
            Cara penularan melalui gigitan dan non gigitan (aerogen, transplantasi, kontak dengan bahan mengandung virus rabies pada kulit lecet atau mukosa).Cakaran oleh kuku hewan penular rabies adalah berbahaya karena binatang menjilati kuku-kukunya. Saliva yang ditempatkan pada permukaan mukosa seperti konjungtiva mungkin infeksius. Ekskreta kelelawar yang mengandung virus rabies cukup untuk menimbulkan bahaya rabies pada mereka yang masuk gua yang terinfeksi dan menghirup  aerosol yang diciptakan oleh kelelawar. Penularan rabies melalui transplan kornea dari penderita dengan ensefalitis rabies yang tidak didiagnosis pada resipen/penerima sehat telah direkam dengan cukup sering. Penularan dari orang ke orang secara teoritis mungkin tetapi kurang terdokumentasi dan jarang terjadi.  Luka gigitan biasanya merupakan tempat masuk virus melalui  saliva, virus tidak bisa masuk melalui kulit utuh. Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan didekatnya, kemudian bergerak mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya.Bagian otak yang terserang adalah  medulla oblongata dan annon’s hoorn.
            Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas dalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem  limbik, hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian ke arah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada  saraf volunter maupun  saraf otonom. Dengan demikian virus ini menyerang hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh dan berkembang biak dalam jaringan-jaringan seperti kelenjar ludah, ginjal dan sebagainya. Gambaran yang paling menonjol dalam infeksi rabies adalah terdapatnya badan negri yang khas yang terdapat dalam sitoplasma sel ganglion besar.

L. Prognosa
Rabies hampir selalu dapat dicegah jika imunisasi diberikan dalam waktu 2 hari dari gigitan. Dengan setiap hari tambahan yang berlalu, kemungkinan pencegahan menurun. Namun, imunisasi masih bisa efektif bahkan ketika diberikan beberapa minggu atau bulan setelah gigitan tetapi sebelum munculnya gejala. Setelah gejala muncul, hidup jarang. Koma dan kematian terjadi 3 sampai 20 hari setelah timbulnya gejala. Karena hampir 100% dari individu yang mengalami gejala mati, rabies memiliki salah satu tingkat kematian tertinggi dari penyakit menular. Infeksi pada manusia akibat rabies di AS sangat jarang karena kontrol hewan agresif dan program vaksinasi.













ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT RABIES


DEFINISI

 Rabies adalah suatu penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang dapat menyerang semua jenis binatang berdarah panas dan manusia. Penyakit ini ditandai dengan disfungsi hebat susunan saraf pusat dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Rabies merupakan salah satu penyakit menular tertua yang dikenal di Indonesia. Virus rabies termasuk dalam genus Lyssavirus dan famili Rhabdoviridae.

ETIOLOGI
            Berbagai jenis hewan dapat menularkan rabies ke manusia. Yang terbanyak adalah oleh hewan liar, khususnya musang, kelelawar, rubah, dan serigala. Anjing, kucing, hewan ternak, atau hewan berdarah panas dapat menularkan rabies kepada manusia. Manusia tertular rabies melalui gigitan hewan yang terinfeksi.
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, virus rabies termasuk dalam famili rhabdovirus, bersifat neurotrop, yang besarnya 100 x 140 nanometer. Inti virus rabies terdiri dari asam nukleat RNA saja, yang bersifat genetik. Inti ini dikelilingi oleh ribonukleoprotein yang disebut capsid. Kombinasi inti dan kapsomer yang terdiri satuan molekul protein disebut nukleokapsid, di luarnya terdapat envelope yang pada permukaannya terdapat spikula (spikes). Nukleokapsid berbentuk kumparan heliks dari inti kompleks ribonukleoprotein yang dibentuk oleh gen virus rabies, berupa sebuah rantai tunggal RNA tak bersegmen, sebuah nukleoprotein, sebuah fosfoprotein, dan RNA dependen RNA polimerase. Envelope virus terdiri dari sebuah membran yang terbuat dari lipid host dan 2 jenis protein yaitu G dan M, lipid ini dapat dilarutkan dengan eter, sehingga virus rabies itu dengan mudah sekali diinaktivasi dengan lipid solvent. Envelope virus menentukan virulensi sedangkan RNA dan nukleokapsidnya sendiri tidak infectious.

EPIDEMIOLOGI
            Data mengenai rabies yang dapat dipercaya di berbagai daerah tidak merata, menyebabkan kesulitan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kesehatan manusia dan pada hewan. WHO kembali melakukan penghitungan jumlah kasus rabies pada tahun 2004 dan berdasarkan data ini, jumlah kematian di seluruh dunia akibat rabies mencapai kisaran angka 55000 jiwa, terbanyak di daerah pedesaan Afrika dan Asia. Sedangkan jumlah orang yang mendapatkan perawatan setelah terjadi kontak dengan hewan suspek rabies mencapai angka 10 juta orang setiap tahun. Di Amerika Serikat, kasus rabies di berbagai daerah bergantung pada program pengendalian dan imunisasi hewan. Jumlah kematian terbesar di negara ini terjadi pada awal pertengahan abad ke-20, dengan jumlah rata-rata 50 kasus per tahun. Kebanyakan dikarenakan oleh gigitan anjing.

PATOFISIOLOGI
            Infeksi rabies pada manusia boleh dikatakan hampir semuanya akibat gigitan hewan yang mengandung virus dalam salivanya. Kulit yang utuh tidak dapat terinfeksi oleh rabies akan tetapi jilatan hewan yang terinfeksi dapat berbahaya jika kulit tidak utuh atau terluka.Virus juga dapat masuk melalui selaput mukosa yang utuh, misalnya selaput konjungtiva mata, mulut, anus, alat genitalia eksterna. Penularan melalui makanan belum pernah dikonfirmasi sedangkan infeksi melalui inhalasi jarang ditemukan pada manusia. Hanya ditemukan 3 kasus yang infeksi terjadi melalui inhalasi ini. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus rabies akan menghindari penghancuran oleh sistem imunitas tubuh melalui pengikatannya pada sistem saraf. Setelah inokulasi, virus ini memasuki saraf perifer. Masa inkubasi yang panjang menunjukkan jarak virus pada saraf perifer tersebut dengan sistem saraf pusat. Amplifikasi terjadi hingga nukleokapsid yang kosong masuk ke myoneural junction dan memasuki akson motorik dan sensorik. Pada tahap ini, terapi pencegahan sudah tidak berguna lagi dan perjalanan penyakit menjadi fatal dengan mortalitas100 %.
            Jika virus telah mencapai otak, maka ia akan memperbanyak diri dan menyebar ke dalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus, dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron – neuron sentral, virus kemudian bergerak ke perifer dalam serabut saraf eferen dan pada serabut saraf volunter maupun otonom. Dengan demikian, virus dapat menyerang hampir seluruh jaringan dan organ tubuh dan berkembang biak dalam jaringan seperti kelenjar ludah. Khusus mengenai infeksi sistem limbik, sebagaimana diketahui bahwa sistem limbik sangat berhubungan erat dengan fungsi pengontrolan sikap emosional. Akibat pengaruh infeksi sel-sel dalam sistem limbik ini, pasien akan menggigit mangsanya tanpa adanya provokasi dari luar.


GAMBARAN KLINIS

Pada Hewan
Kriteria tersangka rabies adalah sebagai berikut :
1. Anjing atau hewan yang menggigit terbukti secara laboraotrium adalah positif menderita rabies.
2. Anjing atau hewan yang menggigit mati dalam waktu 5 – 10 hari.
3. Anjing atau hewan yang menggigit menghilang atau terbunuh.
4. Anjing atau hewan yang menggigit mempunyai gejala-gejala rabies. (2)
Setelah virus rabies memasuki tubuh hewan, virus ini akan berjalan ke otak melalui saraf perifer. Anjing, kucing, dan kelinci mungkin dapat menunjukkan berbagai gejala, termasuk ketakutan, agresif, air liur yang berlebih, sulit menelan, sempoyongan, dan kejang. Hewan liar dengan rabies mungkin hanya menunjukkan prilaku yang tidak biasanya misalnya seekor hewan yang biasanya terlihat di malam hari mungkin dapat ditemukan berkeliaran di siang hari. Sebagai tambahan, gejala ini dapat terlihat pada anjing, kucing, kuda, ternak, domba, dan kambing dengan rabies mungkin menunjukkan depresi, atau peningkatan sensitivitas pada cahaya.

Pada Manusia
            Ketika seseorang pertama kali digigit oleh hewan yang terinfeksi rabies, gejalanya dapat terlihat pada otot rangka. Masa inkubasi rata-rata pada manusia sekitar 3 – 8 minggu, lebih lama daripada masa inkubasi pada hewan. Sangat jarang tapi pernah ditemukan masa inkubasi selama 19 tahun. Pada 90 % kasus, masa inkubasinya kurang dari 1 tahun. Ada pula yang menyebutkan bahwa masa inkubasinya adalah 60 hari untuk gigitan yang terdapat di kaki. Gigitan pada wajah hanya membutuhkan waktu sekitar 30 hari. Hal ini disebabkan karena lokasi inokulasi yang makin dekat dengan otak, makin pendek masa latennya. Pada masa inkubasi ini, virus rabies menghindari sistem imun dan tidak ditemukan adanya respon antibodi. Saat ini, pasien dapat tidak menunjukkan gejala apa – apa (asimptomatik).
            Pada stadium prodromal, virus mulai memasuki sistem saraf pusat. Stadium prodromal berlangsung 2 – 10 hari dan gejala tak spesifik mulai muncul berupa sakit kepala, lemah, anoreksia, demam, rasa takut, cemas, nyeri otot, insomnia, mual, muntah, dan nyeri perut. Parestesia atau nyeri pada lokasi inokulasi merupakan tanda patognomonik pada rabies dan terjadi pada 50 % kasus pada stadium ini, dan tanda ini mungkin menjadi satu-satunya tanda awal.Setelah melewati stadium prodromal, maka dimulailah stadium kelainan neurologi yang berlangsung sekitar 2 – 7 hari. Pada stadium ini, sudah terjadi perkembangan penyakit pada otak dan gejalanya dapat berupa :
 Bentuk spastik (furious rabies): peka terhadap rangsangan ringan, kontraksi otot farings dan esofagus, kejang, aerofobia, kaku kuduk, delirium, semikoma, dan hidrofobia. Yang sangat terkenal adalah hidrofobia di mana bila pasien diberikan segelas air minum, pasien akan menerimanya karena ia sangat haus, dan mencoba meminumnya. Akan tetapi kehendak ini dihalangi oleh spasme hebat otot-otot faring. Dengan demikian, ia menjadi takut dengan air sehingga mendengar suara percikan air kran atau bahkan mendengar perkataan air saja, sudah menyebabkan kontraksi hebat otot-otot tenggorok. Spasme otot-otot faring maupun pernapasan dapat pula ditimbulkan oleh rangsangan sensorik seperti meniupkan udara ke wajah pasien atau menyinari matanya. Pasien akan meninggal dalam 3 – 5 hari setelah mengalami gejala-gejala ini.

2. Bentuk demensia.

3. Kepekaan terhadap rangsangan bertambah, gila mendadak, dapat melakukan tindakan kekerasan, koma, mati.
4. Bentuk paralitik (dumb rabies) : Pada bentuk ini pasien tampak lebih diam daripada tipe furious. Gejala yang dapat muncul pada bentuk ini adalah demam dan rigiditas. Paralisis yang terjadi bersifat simetrik dan mungkin menyeluruh atau bersifat ascending sehingga dapat dikelirukan dengan Guillain-Barre Syndrome. Sistem sensoris biasanya masih normal.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah rutin : dapat ditemukan peningkatan leukosit (8000 – 13000/mm3) dan penurunan hemoglobin serta hemtokrit.
2. Urinalisis : dapat ditemukan albuminuria dan sedikit leukosit.
3. Mikrobiologi : Kultur virus rabies dari air liur penderita dalam waktu 2 minggu setelah onset.
4. Histologi : dapat ditemukan tanda patognomonik berupa Negri bodies (badan inklusi dalam sitoplasma eosinofil) pada sel neuron, terutama pada kasus yang divaksinasi dan pasien yang dapat bertahan hidup setelah lebih dari 2 minggu.
5. Serologi : Dengan mendeteksi RNA virus dari saliva pasien dengan menggunakan polymerase chain reactions (PCR).
6. Cairan serebrospinal : dapat ditemukan monositosis sedangkan protein dan glukosa dalam batas normal.

DIAGNOSIS BANDING
1. Intoksikasi obat-obatan
             Keracunan obat-obatan dapat memperlihatkan gejala yang mirip dengan rabies misalnya koma (intoksikasi obat hipnotik), pupil midriasis dan anisokor (intoksikasi atropin atau morfin), kejang (intoksikasi amfetamin), hambatan pada pusat napas (intoksikasi insektisida), hingga henti jantung (intoksikasi antidepresan trisiklik dan digitalis). Seluruh gejala ini dapat ditemukan pada rabies jika virus telah menyerang susunan saraf pusat. Anamnesis yang cermat dan teliti diperlukan untuk membedakan kedua kelainan ini.
2. Ensefalitis
             Rabies sendiri dapat menyebabkan ensefalitis karena virus sehingga gejala yang muncul sangat mirip misalnya prilaku yang tidak normal, perubahan kepribadian, kejang, sakit kepala, dan fotofobia. Alergi terhadap vaksin rabies juga dapat menyebabkan ensefalitis. Anamnesis mengenai riwayat digigt hewan, kontak dengan saliva, serta bepergian ke daerah endemik rabies dapat menegakkan diagnosis.
3. Tetanus
           Seperti rabies, tetanus juga dapat menyebabkan demam, nyeri dan parestesia di sekitar luka dan kejang. Akan tetapi kejang pada tetanus sifatnya tonik dan adanya kontak dengan hewan liar dapat membedakan keduanya.
4. Histerikal pseudorabies
          Reaksi berlebihan karena digigit hewan yang terjadi segera setelah penderita kontak dengan hewan sedangkan pada rabies tidak demikian karena adanya masa inkubasi.
5. Poliomielitis
          Mirip dengan rabies tipe paralitik akan tetapi pada poliomyelitis terdapat demam dan kelumpuhan yang bersifat asimetrik, arefleksi, dan atrofi otot (gejala LMN). (2,3,14)





PENATALAKSANAAN

Prinsip penanganan rabies adalah dengan menghilangkan virus bebas dari tubuh dengan pembersihan dan netralisasi, yang diikuti dengan penginduksian sistem imun spesifik terhadap virus rabies pada orang yang terpajan sebelum virusnya bereplikasi di susunan saraf pusat. Hal ini membutuhkan vaksinasi aktif maupun pasif. Pada vaksinasi pasif, imunoglobulin rabies dari orang yang telah divaksinasi sebelumnya (Human Rabies Immune Globulin), diberikan kepada pasien yang belum memiliki imunitas sama sekali. Sehingga dalam hal ini vaksinasi pasif disebut pula serum anti rabies. Sedangkan vaksinasi aktif rabies atau vaksin anti rabies terbagi atas:
1. Nerve Tissue derived Vaccines (NTV) yang diproduksi dari jaringan otak hewan yang terinfeksi. NTV dapat menyebabkan reaksi neurologi berat karena adanya jaringan bermyelin pada vaksin. Akan tetapi, NTV , masih tetap banyak digunakan sebagai pencegahan rabies.
2. Human Diploid Cell Vaccine (HDCV) yang dikultur dalam fibroblast manusia. Merupakan jenis vaksin rabies yang paling optimal saat ini.
Di Amerika Serikat, pencegahan setelah terkena gigitan adalah sebagai berikut : 1 dosis Human Rabies Immune Globulin (HRIG) dan 5 dosis vaksin anti rabies dalam periode 28 hari. HRIG harus diberikan segera setelah tergigit/terpajan dalam 24 jam pertama. HRIG hendaknya tidak diinjeksikan pada tempat yang sama dengan vaksin. Setelah itu, 5 dosis vaksin anti rabies harus diberikan pada hari 0, 3, 7, 14, dan 28 dengan dosis 1 ml tiap kali. (5,9)
Sedangkan di Indonesia sendiri, penanganan penderita yang tergigit anjing atau hewan tersangka dan positif rabies adalah sebagai berikut :
No. INDIKASI TINDAKAN DOSIS BOSTER KET.
1. Luka gigitan 1. Dicuci dengan air sabun (detergen) 5–10 menit kemudian dibilas dengan air bersih.
2. Alkohol 40-70 %
3. Berikan yodium atau senyawa amonium kuartener 0,1 %
4. Penyuntikan SAR secara infiltrasi di sekitar luka.Menunda penjahitan luka, jika penjahitan diperlukan gunakan anti serum lokal.
# dapat diberikan Toxoid Tetanus, antibiotik, anti inflamasi, dan analgesik.
2. Kontak, tetapi tanpa lesi, kontak tak langsung, tak ada kontak.
3. Menjilat kulit, garukan atau abrasi kulit, gigitan kecil (daerah tertutup), lengan, badan, & tungkai. Beri VAR
# hari 0 : 2 x suntikan IM
# hari 7 : 1 x suntikan IM
# hari 21 : 1 x suntikan IM Imovax / Verorab 0,5 ml deltoid kiri dan 0,5 ml di kanan
0,5 ml deltoid kanan atau kiri
0,5 ml deltoid kanan atau kiri - Dosis untuk semua umur sama
4. Menjilat mukosa, luka gigitan besar/dalam, luka di kepala, leher, jari tangan, dan kaki. Serum Anti Rabies (SAR)
# ½ dosis disuntikkan infiltrasi di sekitar luka
# ½ dosis sisa disuntikkan IM regio glutea.
Vaksin Anti Rabies (VAR)
# sesuai poin 3 Imovag rabies
20 IU/kgBB

Imovax atau Verorab

Hari 90 : 0,5 ml IM di deltoid kanan/kiri -
5. Kasus gigitan ulang
# < 1 tahun
# > 1 tahun Berikan VAR hari 0
Beri SAR + VAR secara lengkap Imovax, Verorab

Imovax, Verorab, Imogan Rabies - 0,5 ml IM deltoid. Umur < 3 tahun 0,1 ml IC flexor lengan bawah
Umur > 3 tahun 0,25 ml IC flexor lengan bawah.
Sesuai poin 1,3,4
6. Bila ada reaksi penyuntikan : lokal, kemerahan, gatal, & bengkak Beri antihistamin sistemik atau lokal. Jangan beri kortikosteroid.
7. Bila timbul efek samping pemberian VAR berupa meningoensefalitis, berikan kortikosteroid dosis tinggi.



PROGNOSIS

Penyakit rabies tidak dapat disembuhkan sehingga prognosisnya jelek (infaust). Tanpa pencegahan, penderita hanya dapat bertahan sekitar 8 hari sedangkan dengan penanganan suportif, penderita dapat bertahan hingga beberapa bulan.









































BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa Penyakit anjing gila (rabies) adalah suatu penyakit menular, menyerang susunan syaraf pusat,disebabkan oleh virus rabies jenis Rhabdho virus yang dapat menyerang semua hewan berdarah panas dan manusia. Penyakit ini sangat ditakuti dan mengganggu ketentraman hidup manusia, karena apabila sekali gejala klinis penyakit rabies timbul maka biasanya diakhiri dengan kematian.

B.SARAN
Saran yang dapat penulis sampaikan apabila kita terkena gigitan anjing ada beberapa langkah untuk terhindar dari penyakit rabies diantaranya sebagai berikut: Segera cuci luka dengan sabun atau deterjen dan bersihkan dengan air  bersih yang mengalir. Pencucian dilakukan berulang-ulang selama 5-10 menit kemudian keringkan luka yang sudah bersih dan diberi betadine,obta merah atau alkohol 70% .Tutuplah luka dengan kasa steril.Segera bawa ke puskesmas untuk mendapatkan pengobatan lanjutand.Tangkap dan bawalah hewan yang menggigit itu ke dinas peternakan untuk diperiksa apakah hewan itu terkena penyakit rabies atau tidak.









DAFTAR PUSTAKA
Gompf, S.G.. 2007. Rabies [online]. [cited March 5th, 2008] ; [28 screens]. Available from : http://www.emedicine.com/med/topic1374.htm, diakes tanggal 18 Oktober 2012

Jameson R.. 2006. Rabies [online]. [cited March 6th, 2008] ; [6 screens]. Available from :
http://www.bio.davidson.edu/courses/immunology/Students-spring2006/Jameson/Rabies.html, diakses tanggal 18 Oktober 2012

Auerbach, P.. 2006. Rabies Virus, Symptoms, Vaccine, and Treatment [online]. [cited March 6th, 2008] ; [3 screens]. Available from :
http://www.surviveoutdoors.com/reference/rabies.html, diakses tanggal 29 Oktober 2012
Siswono . 2006 .Penyakit Rabies,   http://id.shvoong.com/books/1981466-                      rabies/#ixzz29ePgIii5, diakses tanggal 18 Oktober 2012




Tidak ada komentar:

Posting Komentar